Di sebuah sudut pesisir Sampang, ada hidangan tradisional yang hingga kini masih menjadi kesukaan banyak orang. Masyarakat setempat menyebutnya Rujak Rok Erok. Nama unik ini berasal dari bahasa Madura, yang oleh para orang tua diterjemahkan sebagai simbol kebersamaan dan keceriaan dalam menikmati makanan. Rujak ini bukan sekadar santapan, melainkan bagian dari cerita panjang kuliner Sampang yang diwariskan turun-temurun.
Rujak Rok Erok diracik dari beragam buah segar yang dipilih dengan teliti. Pepaya yang masih setengah masak menjadi salah satu bahan utama, memberikan rasa manis lembut bercampur asam segar. Ada pula irisan mentimun yang renyah, bengkuang yang segar, nanas yang manis asam, belimbing yang sejuk, kedondong yang getir segar, hingga mangga muda yang masam menggoda. Tak lupa, ada tambahan kripik tette, yaitu kripik singkong khas Madura yang gurih dan renyah. Semua bahan itu lalu disiram dengan bumbu khas berupa petis cair yang harum, dicampur sambal pedas yang membuat lidah bergoyang.
Namun yang menjadikan rujak ini benar-benar berbeda dengan rujak pada umumnya adalah cara menikmatinya. Di Sampang, Rujak Rok Erok sering disajikan bersama pentol atau bakso kenyal tanpa kuah. Perpaduan rasa buah yang segar, pedas manisnya sambal, gurihnya petis, serta tekstur kenyal pentol menciptakan harmoni rasa yang unik. Setiap suapan terasa seperti pesta kecil di dalam mulut, penuh kejutan dan kelezatan yang sulit dilupakan.
Konon, rujak ini pertama kali dibuat oleh para pedagang kecil di pasar tradisional Sampang sebagai sajian murah meriah untuk para pembeli. Seiring waktu, kelezatannya menyebar dan menjadi hidangan yang selalu hadir di berbagai kesempatan, baik saat kumpul keluarga, pesta desa, maupun sekadar teman bersantai di sore hari. Hingga kini, Rujak Rok Erok tetap menjadi kebanggaan masyarakat Sampang, sebagai bukti bahwa kreativitas kuliner mampu menyatukan berbagai rasa dalam satu mangkuk sederhana.
Rujak Rok Erok bukan hanya makanan, tetapi juga sebuah cerita tentang kebersamaan. Setiap kali tersaji, ia mengingatkan bahwa kelezatan sejati tidak selalu datang dari kemewahan, melainkan dari kesederhanaan, rasa syukur, dan cinta yang ditumbuhkan bersama.