Di sebuah desa bernama Jogoroto, Kabupaten Jombang, terdapat sebuah sumber air yang hingga kini masih mengalir jernih tanpa henti. Tempat itu dikenal dengan nama Sumber Pengantin. Tidak hanya menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar karena airnya yang dipakai untuk irigasi dan kebutuhan pangan, tetapi juga menjadi lokasi wisata yang menyimpan kisah penuh misteri dari masa lalu.
Alkisah, pada zaman kerajaan dahulu kala, hiduplah seorang pemuda gagah bernama Grama Wijaya. Ia adalah sosok berani dan sederhana yang memiliki hati setia. Cinta pertamanya jatuh kepada seorang putri bangsawan yang jelita, Puteri Retno Marlangen. Pertemuan mereka bagaikan takdir yang sudah digariskan. Setiap kali mata mereka bertemu, dunia seolah berhenti berputar.
Namun, cinta mereka tidak semudah kisah dalam dongeng indah. Orang tua mereka menentang hubungan itu. Latar belakang yang berbeda dianggap penghalang, dan cinta mereka tidak pernah mendapat restu. Tetapi cinta sejati tak mudah dipadamkan. Grama Wijaya dan Puteri Retno Marlangen memilih pergi meninggalkan istana dan segala aturan yang mengikat.
Mereka berjalan jauh hingga akhirnya tiba di sebuah hutan yang tenang, di pinggir sebuah sumber air yang memancar jernih. Airnya bening seperti kaca, gemericiknya menenangkan hati. Di sanalah mereka melepas lelah, berbicara tentang masa depan, dan saling berjanji untuk tetap bersama apa pun yang terjadi. Bagi mereka, sumber air itu adalah saksi bisu cinta yang murni.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Orang tua Puteri Retno Marlangen, setelah mengetahui keberadaan mereka, mengirim bala tentara untuk membawa sang putri kembali. Pasukan kerajaan menyusuri hutan hingga akhirnya menemukan pasangan itu sedang duduk di tepi sumber.
Pertemuan itu berubah menjadi konflik. Tentara berusaha memaksa Puteri Retno Marlangen kembali ke istana. Grama Wijaya, dengan keberanian yang membara, melindungi kekasihnya. Pertempuran pun pecah di sekitar sumber air. Suara senjata beradu, teriakan bergema, dan air jernih sumber itu menjadi saksi bisu tragedi cinta.
Sayangnya, nasib tidak berpihak kepada mereka. Grama Wijaya gugur di medan pertempuran, tubuhnya rebah di tepi sumber yang ia cintai. Puteri Retno Marlangen menjerit pilu, namun ia tak mampu melawan kekuatan pasukan kerajaan. Akhirnya ia dibawa pulang, meninggalkan cinta sejatinya yang telah tiada.
Sejak saat itu, sumber air tersebut dinamakan Sumber Pengantin, sebuah sebutan untuk mengenang sepasang kekasih yang berjuang demi cintanya. Sumber itu terus mengalir, seakan membawa pesan bahwa cinta sejati tidak pernah benar-benar mati, melainkan tetap hidup dalam aliran kehidupan.
Bagi masyarakat setempat, Sumber Pengantin bukan hanya tempat wisata yang indah. Airnya yang jernih dipakai untuk mengairi sawah, memberi makan ternak, bahkan menjadi bagian dari pangan sehari-hari. Fungsinya begitu penting, sama pentingnya dengan kisah cinta yang terkandung di baliknya.
Hingga kini, Sumber Pengantin tetap ramai dikunjungi. Ada yang datang untuk berwisata, ada pula yang percaya akan nilai mistisnya. Namun satu hal yang tidak pernah pudar adalah legenda cinta Grama Wijaya dan Puteri Retno Marlangen, yang membuat setiap tetes air di sana seolah mengingatkan manusia tentang keberanian mencintai dan arti sebuah pengorbanan.