Desa Mojokendil terletak di sebuah lembah kecil di antara perbukitan yang diselimuti kabut tipis setiap pagi. Orang-orang yang datang ke sana sering merasa seperti melangkah ke tempat yang terpisah dari waktu. Udara terasa tua, tenang, dan membawa bisik-bisik masa lalu yang tak pernah benar-benar hilang. Di tengah desa, berdiri sebuah masjid tua dengan menara pendek dan atap limasan yang ditumbuhi lumut hijau. Dari sinilah kisah tentang Mbah Imam Kayubi banyak diceritakan.
Mbah Imam Kayubi dikenal sebagai sosok alim, namun juga misterius. Tidak banyak yang tahu dari mana ia datang. Ketika pertama kali menjejakkan kaki di Mojokendil, ia hanya membawa tas kecil berisi kitab dan tongkat kayu yang konon berasal dari pohon kurma di tanah suci. Sejak hari itu, ia menetap dan menjadi imam masjid, mengajar anak-anak mengaji, serta membantu warga menenangkan sawah dan ladang mereka melalui doa-doa yang diyakini mustajab.
Namun, nama Mbah Imam Kayubi tak hanya hidup karena kesalehannya. Ia juga dikenal karena kisah-kisah ganjil yang menyelimuti kehidupannya. Konon, setiap malam Jumat Legi, dari arah masjid terdengar suara zikir yang menggema lembut meski tak ada seorang pun di sana. Beberapa warga yang pernah mencoba mengintip mengaku melihat bayangan putih duduk bersila di serambi masjid, dengan cahaya samar berpendar di sekitarnya. Ada pula cerita bahwa suatu malam, seorang pemuda tersesat di pemakaman belakang masjid dan melihat Mbah Imam Kayubi sedang berdiri di antara nisan-nisan, seolah memimpin jamaah tak kasatmata dalam salat malam.
Warga Mojokendil tidak pernah benar-benar takut pada hal-hal semacam itu. Mereka menganggapnya bagian dari berkah yang melindungi desa. Setiap kali musim paceklik datang, mereka berziarah ke makam Mbah Imam Kayubi yang terletak di bawah pohon tanjung tua di sisi selatan masjid. Di sana, mereka menyalakan dupa, menabur bunga, dan membaca doa sambil berharap hujan segera turun. Anehnya, hampir setiap kali ritual itu dilakukan, langit yang semula kering akan menurunkan rintik air dalam waktu dekat.
Bagi generasi muda, kisah tentang Mbah Imam Kayubi sering dianggap legenda. Namun bagi para sesepuh, ia bukan sekadar tokoh masa lalu. Mereka percaya, ruhnya masih menjaga Mojokendil dari mara bahaya. Beberapa bahkan berkata bahwa ketika malam tertentu tiba dan angin dari utara membawa aroma bunga tanjung yang kuat, itu pertanda Mbah Imam Kayubi tengah melintas, menengok desanya dalam diam.
Kini, meski waktu telah membawa perubahan dan bangunan baru mulai berdiri di sekitar masjid, warga tetap menjaga warisan Mbah Imam Kayubi. Mereka merawat makamnya, mengajarkan kisahnya kepada anak-anak, dan menjaga adat doa malam Jumat Legi. Sebab bagi mereka, selama nama Mbah Imam Kayubi masih disebut dalam doa, Mojokendil akan tetap menjadi desa yang tenteram, seolah dijaga oleh cahaya dari masa lalu yang tak pernah padam.