Asal Usul Desa Telang

URL Cerital Digital: https://repositori.kemendikdasmen.go.id/23870/1/MORTEKA%20DARI%20MADHURA.pdf

Pada zaman dahulu kala, di wilayah Bangkalan, hiduplah seorang ratu bijaksana yang memiliki dua orang putri. Kedua putri itu begitu berbeda satu sama lain. Sang kakak dikaruniai wajah yang rupawan, sementara sang adik memiliki mata kanan yang buta sejak lahir. Meski begitu, keduanya tumbuh dalam kasih sayang sang ratu dan dihormati oleh rakyat di seluruh negeri.

Suatu hari, sang ratu ingin memperindah wilayah kekuasaannya dan memutuskan untuk mengadakan sayembara besar. Ia mengumumkan bahwa siapa pun yang dapat membangun sebuah gapura megah di wilayah Kamal dalam waktu yang telah ditentukan, akan dinikahkan dengan putri sulungnya yang cantik jelita. Kabar itu pun menyebar ke seluruh pelosok Madura, menggema dari satu kampung ke kampung lainnya.

Di antara para pendengar, ada seorang pemuda kaya raya yang tertarik mengikuti sayembara itu. Namun, pemuda tersebut sadar bahwa dirinya tidak memiliki kesaktian atau kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sebesar itu. Karena sangat menginginkan tangan sang putri, ia pun mencari seseorang yang sakti mandraguna untuk membantunya.

Pencariannya berbuah hasil ketika ia bertemu dengan Jokotole, seorang pemuda sakti yang terkenal karena kekuatannya dan kebijaksanaannya. Dengan tipu daya halus, sang pemuda kaya meminta bantuan Jokotole untuk membangun gapura itu, tanpa mengungkapkan niat sebenarnya. Jokotole yang berhati tulus setuju membantu, semata-mata demi kebaikan dan karena merasa tertantang untuk melakukan pekerjaan mulia.

Dalam waktu singkat, berkat kesaktiannya, Jokotole berhasil menyelesaikan gapura megah yang menjulang tinggi di Kamal. Gapura itu tampak kokoh, indah, dan memancarkan wibawa kerajaan. Namun, ketika pekerjaan itu rampung, sang pemuda kaya bergegas menuju istana dan mengaku bahwa dialah yang membangun gapura tersebut.

Ratu yang tidak mengetahui kebenarannya pun menepati janji sayembara. Putri cantik diserahkan kepada pemuda kaya itu sebagai istri. Sedangkan putri yang bermata buta diberikan kepada Jokotole sebagai bentuk penghargaan, meski jauh dari nilai keadilan.

Jokotole menerima keputusan itu dengan lapang dada. Ia tidak mempersoalkan ketimpangan nasib tersebut. Dengan hati ikhlas, ia membawa sang putri yang bermata buta untuk hidup bersamanya. Mereka kemudian memutuskan untuk meninggalkan Madura dan berjalan menuju tanah Jawa, melintasi perbukitan, ladang, dan hutan yang sepi.

Dalam perjalanan yang panjang dan melelahkan, mereka sampai di sebuah tempat yang sunyi, di perbatasan antara dua desa. Rasa haus mulai mendera, namun mereka tidak menemukan setetes air pun. Melihat hal itu, Jokotole menancapkan tongkatnya ke tanah sambil berdoa dengan sungguh-sungguh agar Allah memberikan pertolongan.

Tak lama kemudian, air jernih memancar dari tanah yang kering itu, mengalir deras dan bening seperti kristal. Jokotole segera mengambil air tersebut untuk diminum dan membasuh muka. Sang putri pun ikut membasuh wajahnya dengan air itu. Ajaibnya, mata sang putri yang buta sebelah perlahan terbuka dan dapat melihat kembali. Air itu ternyata membawa berkah penyembuhan yang luar biasa.

Jokotole dan sang putri bersyukur atas karunia Tuhan. Mereka menamai tempat itu “Telang”, yang berasal dari kata telah hilang (penyakitnya telah hilang). Sedangkan sumber air yang keluar dari tanah itu disebut “Socah”, yang berarti sumber kehidupan yang membawa berkah bagi siapa pun yang meminumnya.

Sejak saat itu, wilayah tersebut dikenal dengan nama Kecamatan Socah, dan airnya dipercaya membawa berkah serta kesembuhan. Cerita tentang Jokotole dan mata air ajaibnya pun diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Bangkalan sebagai pengingat bahwa air bukan hanya sumber kehidupan, tetapi juga simbol kesucian, ketulusan, dan keikhlasan hati.

Bagikan Cerita Rakyat

Artikel Terbaru

Ingin Berkontribusi?

Mari bersama melestarikan warisan Nusantara melalui cerita, data, dan kolaborasi.