Legenda Desa Tamansari

URL Cerital Digital: https://www.tamansari-kraksaan.desa.id/artikel/2024/2/5/legenda-taman-pemandian-alami

Alkisah pada masa kejayaan Majapahit, hiduplah seorang puteri bernama Nilam Sari. Ia bukan sembarang perempuan, sebab kecantikannya tersohor hingga ke berbagai daerah. Kulitnya halus, tutur katanya lembut, dan senyumnya memikat hati siapa saja yang melihat. Nilam Sari adalah selir Raja Hayam Wuruk yang setia dan penuh bakti. Dalam kesehariannya, ia dikenal sebagai perempuan yang taat beribadah, menjaga kehormatan, serta hidup dengan rendah hati.

Namun kecantikan itu membawa ujian. Seorang pertapa sakti bernama Durjana jatuh hati padanya. Ia berulang kali memohon agar Puteri Nilam Sari sudi menerima lamarannya. Akan tetapi, sang puteri selalu menolak dengan halus. Hatinya hanya terpaut pada Raja Hayam Wuruk, dan kesetiaan itu tidak tergoyahkan oleh rayuan siapa pun. Penolakan Nilam Sari membuat Durjana marah besar. Baginya, ditolak oleh seorang perempuan merupakan penghinaan yang mencederai harga dirinya. Sejak itu, ia terus membuntuti dan berusaha menaklukkan hati sang puteri.

Karena kerap merasa tertekan, Nilam Sari sering menyepi di tempat-tempat sunyi. Salah satunya adalah Candi Wurung, sebuah candi yang menurut legenda dibangun oleh empat bidadari namun tak pernah selesai. Di sanalah ia bermeditasi, menenangkan hati, dan berserah diri pada Sang Pencipta. Hingga akhirnya, ia menemukan tempat yang lebih teduh untuk bersembunyi. Di bawah dua pohon beringin besar terdapat sebuah sumber mata air yang jernih. Air itu begitu segar, dan menurut kisah, pernah menjadi tempat mandi empat bidadari kayangan: Nawang Wulan, Nawang Sukma, Nawang Sito, dan Nawang Sari.

Di tempat yang hening itu, Nilam Sari memilih jalan moksa. Dalam tradisi Jawa, moksa berarti kebebasan dari ikatan duniawi dan reinkarnasi. Ketika ia melakukannya, tubuhnya menjadi kasat mata, tak terlihat oleh orang biasa. Namun Durjana, dengan kesaktiannya, mampu melihat. Ia datang menghampiri sang puteri dan memaksanya untuk menerima cinta yang ditawarkan. Dengan tegas, Nilam Sari menolak. Ia mengancam akan menceburkan diri ke dalam kolam bila Durjana nekat mendekat.

Durjana bersikeras, tetapi sang puteri tetap teguh. Dengan langkah mantap, Nilam Sari menceburkan diri ke dalam air. Seketika kolam itu berputar, membentuk pusaran yang menelan raganya hingga lenyap. Sejak saat itu, tempat tersebut dikenal dengan nama Taman Sari, yang berarti taman indah yang diambil dari nama Nilam Sari.

Hingga kini, Taman Sari yang berada di Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, masih menyimpan aura mistis. Airnya tidak pernah kering meski musim kemarau panjang melanda. Penduduk setempat meyakini bahwa roh Puteri Nilam Sari masih menjaga tempat itu. Setiap malam Jumat Legi, warga mengadakan selamatan di sekitar kolam. Mereka berdoa untuk para leluhur sekaligus memohon keselamatan pada penghuni gaib yang diyakini bersemayam di Taman Sari.

Tradisi lain yang masih berlangsung adalah ritual masyarakat Hindu yang memperingati Hari Galungan. Dalam upacara itu, dua ekor bebek dilepaskan ke kolam Taman Sari sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Bebek, yang sejak lama menjadi bagian dari pangan masyarakat pesisir Probolinggo, dipandang sebagai hewan yang dekat dengan air dan membawa berkah bagi sawah serta kehidupan nelayan. Selain bernilai gizi tinggi, daging bebek juga menjadi sajian istimewa dalam jamuan keluarga dan perayaan adat.

Dengan demikian, legenda Puteri Nilam Sari bukan hanya tentang cinta, kesetiaan, dan kesucian hati, tetapi juga tentang hubungan manusia dengan alam dan pangan. Taman Sari menjadi saksi bagaimana tradisi lokal mengikat sejarah, spiritualitas, dan pangan dalam satu kesatuan yang lestari hingga kini.

Bagikan Cerita Rakyat

Artikel Terbaru

Ingin Berkontribusi?

Mari bersama melestarikan warisan Nusantara melalui cerita, data, dan kolaborasi.