Di kaki pegunungan Wilis, di tanah yang kini dikenal sebagai Kabupaten Nganjuk, mengalir sebuah kisah lama yang dipercaya sebagai asal mula keberadaan Air Terjun Sedudo. Kisah itu bukan hanya tentang keajaiban alam, melainkan juga tentang seorang anak kecil yang berhati besar, bernama Sanak Pogalan.
Menurut cerita masyarakat Pogalan, Sanak Pogalan adalah anak laki-laki berusia sekitar delapan hingga dua belas tahun. Ia lahir dan tumbuh di sebuah desa kecil yang damai, dikelilingi sawah dan sumber air yang mengalir jernih. Namun, berbeda dengan anak-anak lain seusianya, Sanak Pogalan dikenal aneh oleh warga sekitar. Ia sering kali meminta barang dari orang yang baru pulang dari pasar, baik pedagang maupun warga biasa. Banyak yang menganggapnya sebagai anak peminta-minta yang nakal dan tidak tahu malu. Padahal, di balik sikapnya yang dianggap aneh itu, tersimpan niat mulia.
Sanak Pogalan sebenarnya memiliki hati yang sangat dermawan. Ia meminta bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk diberikan kepada mereka yang lebih membutuhkan. Ia percaya bahwa setiap rezeki yang diberikan kepadanya akan menjadi berkah bila dibagikan kembali. Namun sayangnya, masyarakat tidak memahami maksudnya. Mereka melihat permintaannya sebagai gangguan dan keserakahan seorang bocah miskin.
Suatu hari, ketika matahari mulai condong ke barat dan pasar di desa telah sepi, seorang perempuan paruh baya berjalan pulang membawa hasil belanjaannya. Di tepi jalan yang dipenuhi pohon bambu, ia bertemu Sanak Pogalan. Anak kecil itu menatapnya sambil tersenyum dan berkata dengan suara lembut, “Mbokdhe, sing mbok gawa kuwi opo? Aku njaluk, yen aku mbok wenehi, engko tak sanak.” Kalimat itu berarti, “Bu, apa yang Ibu bawa itu? Aku minta, kalau Ibu memberiku, akan kuanggap Ibu sebagai saudaraku.”
Namun perempuan itu tidak menanggapi dengan baik. Ia merasa risih dan takut kehilangan barang dagangannya, maka ia berlalu begitu saja tanpa menghiraukan Sanak Pogalan. Tapi saat sampai di rumah, perempuan itu terkejut. Sebagian barang bawaannya hilang, padahal ia yakin tidak memberikannya kepada siapa pun. Saat ia mencari tahu, ternyata barang-barang itu telah berada di tangan Sanak Pogalan, meski anak itu tidak pernah mengambilnya secara paksa.
Marah dan curiga, perempuan itu menuduh Sanak Pogalan mencuri. Ia memanggil warga desa dan menghasut mereka agar menghukum anak yang dianggap membawa sial itu. Dalam waktu singkat, orang-orang berkumpul dengan emosi membara. Mereka memukuli Sanak Pogalan hingga tubuh kecilnya terkulai lemah. Namun, sebelum mengembuskan napas terakhir, bocah itu hanya tersenyum dan berkata lirih, “Aku ora nyolong, kabeh iki kanggo wong sing butuh.” Setelah itu, tubuhnya perlahan menghilang, meninggalkan cahaya lembut di sekitar tempat ia terjatuh.
Tak lama setelah kejadian itu, warga dikejutkan oleh munculnya sumber air yang memancar deras dari tanah di lokasi tempat Sanak Pogalan dipukuli. Air itu jernih, sejuk, dan tidak pernah surut meski musim kemarau datang. Warga kemudian menyadari bahwa itu adalah karunia dari Sanak Pogalan, wujud kasih sayangnya yang terakhir bagi mereka. Air itu dipercaya memiliki kekuatan membersihkan hati dari keserakahan dan menumbuhkan rasa welas asih dalam diri setiap orang yang meminumnya.
Sumber air itu terus mengalir dan kemudian dikenal sebagai Air Terjun Sedudo, salah satu tempat paling terkenal di Nganjuk. Bagi masyarakat sekitar, Sedudo bukan sekadar tempat wisata, tetapi juga sumber kehidupan yang memberi manfaat besar bagi kebutuhan pangan dan air bersih. Airnya digunakan untuk mengairi sawah, memasak, dan minum, menjadi bagian penting dari keseharian warga yang hidup di kaki pegunungan.
Kisah Sanak Pogalan mengajarkan makna mendalam tentang ketulusan, kedermawanan, dan kasih tanpa pamrih. Ia menjadi lambang bahwa niat baik tidak selalu dimengerti oleh dunia, tetapi alam selalu tahu cara menjaga kemurnian hati. Dari seorang anak yang disalahpahami lahirlah sumber air yang tak pernah kering, pengingat bagi manusia agar senantiasa berbagi dan menghargai setiap ciptaan Tuhan.
Kini, setiap kali gemericik Air Terjun Sedudo terdengar, masyarakat Pogalan percaya bahwa itu adalah suara Sanak Pogalan yang tengah menenangkan bumi, mengalirkan cinta dan kesejahteraan bagi siapa pun yang datang dengan hati bersih.