Di lereng Gunung Pucangan, yang sejuk dan rimbun, terdapat sebuah sumber kehidupan yang sejak dahulu kala diyakini menyimpan rahasia besar. Tempat itu bernama Sendang Made, yang terletak di Desa Made, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang. Bagi masyarakat sekitar, Sendang Made bukan sekadar sumber air, melainkan juga warisan sejarah dan legenda yang erat kaitannya dengan perjalanan seorang raja besar di tanah Jawa, yaitu Raja Airlangga.
Alkisah, berabad-abad lalu, Airlangga baru saja beranjak remaja. Di usianya yang keenam belas tahun, ia menikahi Galuh Sekar, putri Raja Dharmawangsa Tguh yang merupakan pamannya sendiri. Dharmawangsa adalah penguasa Kerajaan Medang yang berpusat di Watan, daerah yang kini diyakini berada di wilayah Maospati, Magetan.
Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Pada saat pesta pernikahan berlangsung, Raja Wurawari dari Lwaram melancarkan serangan mendadak ke Kerajaan Medang. Kerajaan pun porak poranda, istana terbakar, dan banyak keluarga kerajaan yang gugur. Airlangga, bersama istrinya Galuh Sekar, guru setianya Mpu Narotama, beberapa dayang, serta prajurit pengawal, terpaksa melarikan diri menyelamatkan nyawa.
Dalam pelarian itu, rombongan kecil mereka akhirnya menemukan tempat persembunyian yang aman dan tersembunyi, yaitu sebuah sendang yang kelak dikenal dengan nama Sendang Made. Konon, selama tiga tahun lamanya, Airlangga berdiam di tempat itu. Di sanalah ia mengatur siasat, menimba ilmu dari gurunya, dan membangun kekuatan untuk kelak mendirikan Kerajaan Kahuripan, kerajaan besar yang menjadi cikal bakal Daha dan Panjalu.
Hingga kini, masyarakat masih meyakini bahwa di kawasan Sendang Made terdapat tujuh petilasan. Petilasan itu diyakini sebagai tempat singgah Airlangga dan pengikutnya, termasuk lima dayang-dayang istana yang bernama Ayu Sekar Melati, Sengkleh, Kenanga, Gading, dan Klebat. Selain itu, ada pula petilasan prajurit Joko Tungkul dan penjaga gerbang kerajaan di masa lampau, Eyang Joyodilengkung.
Lebih dari sekadar tempat bersejarah, Sendang Made memiliki tujuh sumber air dengan nama dan fungsi yang berbeda. Sumber air itu dianggap sebagai wujud berkah dan penopang kehidupan masyarakat sekitar.
- Sendang Drajat dipercaya sebagai tempat mandi untuk mereka yang ingin meraih keberuntungan. Orang-orang yang ingin naik pangkat, tampil cantik, melamar pekerjaan, atau melancarkan usaha sering mandi di sini dengan membawa bunga setaman sebagai sesaji.
- Sendang Pomben dikenal sebagai sumber minum. Konon, Airlangga dan rombongannya selalu mengambil air dari sini untuk menghilangkan dahaga. Hingga kini, warga sekitar masih meminum air segar dari Sendang Pomben.
- Sendang Gede adalah sumber air yang digunakan untuk mengairi sawah. Bagi masyarakat sekitar, keberadaan Sendang Gede adalah nadi kehidupan karena sawah yang subur menghasilkan pangan untuk keluarga dan masyarakat luas.
Selain ketiga sendang tersebut, ada pula Sendang Condong yang digunakan untuk mendukung usaha kuliner dan hajatan, Sendang Kamulyan yang dipercaya mampu menyembuhkan penyakit, Sendang Pangilon yang terkenal paling jernih dengan kedalaman sekitar lima meter, dan Sendang Payung yang dahulu diyakini menjadi tempat khusus para seniman istana.
Masyarakat percaya bahwa masing-masing sendang menyimpan tuah yang berbeda. Itulah sebabnya hingga kini banyak orang dari berbagai daerah, bahkan luar Jawa, datang untuk melakukan ritual di Sendang Made. Ada yang datang untuk berdoa, ada yang berharap keberuntungan, dan ada pula yang sekadar menikmati kesejukan airnya.
Seiring berjalannya waktu, Sendang Made pun ditetapkan sebagai situs purbakala oleh pemerintah. Namun bagi warga, lebih dari sekadar warisan sejarah, Sendang Made adalah simbol persinggungan antara legenda, kepercayaan, dan kebutuhan pangan yang nyata. Sumber air di sana terus menghidupi manusia, baik untuk mandi, minum, maupun mengairi sawah.
Kisah Airlangga yang bersembunyi di Sendang Made mengajarkan bahwa air adalah penopang kehidupan sekaligus saksi sejarah. Airlah yang menolong para pelarian muda itu bertahan hidup di tengah masa sulit. Hingga kini, air dari Sendang Made tetap mengalir, memberi kehidupan, dan menyimpan cerita yang tak lekang oleh waktu.