Syaikhona Kholil Mengubah Air Laut menjadi Susu

URL Cerital Digital: https://islami.co/mbah-kholil-dan-segelas-air-susu-di-laut/

Di sebuah sore yang teduh di Bangkalan, Madura, suasana pondok pesantren tampak khidmat. Di serambi pesantren, Syaikhona Kholil, seorang ulama besar yang dikenal karena kebijaksanaan dan karamahnya, duduk bersila ditemani para santrinya. Wajah beliau memancarkan ketenangan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Di hadapan para murid yang hormat, beliau tiba-tiba memanggil tiga santrinya yang paling rajin, salah satunya bernama Manab, yang kelak dikenal sebagai pendiri Pesantren Lirboyo di Kediri.

Dengan suara lembut, Syaikhona berkata, “Anu Cung, tolong sampean carikan air susu di laut.”
Ketiga santri itu saling berpandangan. Permintaan sang guru terdengar mustahil. Bagaimana mungkin laut yang asin mengandung susu? Namun bagi mereka, perintah seorang guru bukanlah sesuatu untuk dipertanyakan. Dengan penuh takzim mereka menjawab serentak, “Enggih, Kiai.”

Berbekal keyakinan dan restu dari gurunya, mereka berangkat menuju laut. Ombak bergulung di kejauhan, matahari bersinar terik, dan waktu seakan berjalan lambat. Hari berganti malam, malam berganti hari. Hingga tiga hari tiga malam mereka mencari air susu di lautan, namun hasilnya nihil.

Kelelahan dan keputusasaan mulai menyelimuti hati mereka. Di tepi pantai yang sunyi, mereka duduk bermusyawarah.
“Bagaimana ini?” tanya salah satu santri.
“Kalau kita bilang tidak ada, itu sama saja dengan mengatakan guru kita tidak tahu,” sahut yang lain.
“Seperti beli rokok di toko bangunan,” ujar seorang santri dengan getir, membuat yang lain terdiam.

Setelah berpikir lama, salah seorang di antara mereka berpendapat, “Bagaimana kalau kita katakan ‘Kami belum menemukan, Kiai’?”
Dua temannya mengangguk setuju. Mereka pun kembali ke pesantren dengan hati yang masih gelisah.

Sesampainya di hadapan Syaikhona Kholil, mereka menunduk dalam-dalam.
“Kami belum menemukan air susu di laut, Kiai,” ujar mereka pelan.
Syaikhona hanya tersenyum tipis. “Oh begitu. Ayo, kalian ikut saya,” katanya singkat.

Mereka bertiga mengikuti sang guru menuju pantai. Langit sore itu berwarna keemasan, dan angin laut membawa aroma asin yang khas. Di tepi laut, Syaikhona mengeluarkan sebuah gelas kecil dari saku jubahnya. Dengan tenang, beliau menciduk air laut menggunakan gelas itu. Seketika, di hadapan mata mereka yang terbelalak, air laut berubah menjadi susu putih yang harum.

“Sekarang mintalah kepada Allah apa yang kalian inginkan, dengan lantaranku,” ucap Syaikhona.
Dua santri pertama segera memohon, “Kiai, kami ingin kaya raya.”
Sementara Manab berkata dengan rendah hati, “Kiai, saya mohon diberi ilmu yang bermanfaat.”

Syaikhona tersenyum dan menutup matanya sejenak, seakan mengamini doa mereka. Waktu berjalan, dan doa itu benar-benar terkabul. Dua santri pertama hidup dalam kekayaan berlimpah, namun ketika ajal menjemput, harta mereka lenyap seiring kepergian mereka. Sedangkan Manab, santri yang meminta ilmu, menjadi ulama besar. Ia mendirikan Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, tempat ribuan santri menimba ilmu hingga kini.

Dalam kisah ini, “air susu laut” bukan sekadar keajaiban, melainkan simbol tentang pangan dan rezeki. Susu, sebagai salah satu sumber gizi penting dalam kehidupan manusia, dihadirkan dalam konteks spiritual sebagai lambang ilmu yang mencerahkan dan memberi kehidupan. Bagi masyarakat Madura, pangan tidak hanya dimaknai sebagai kebutuhan jasmani, tetapi juga memiliki dimensi rohani. Makanan yang bergizi dan halal dipercaya menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, sebagaimana ilmu yang bermanfaat menjadi makanan bagi jiwa.

Kisah Syaikhona Kholil dan tiga santrinya mengajarkan bahwa rezeki sejati tidak selalu berbentuk harta benda. Pangan yang menyehatkan dan ilmu yang bermanfaat sama-sama merupakan anugerah dari Sang Pencipta. Dalam kehidupan masyarakat Madura, ajaran ini tercermin dalam kesederhanaan mereka memanfaatkan hasil alam dengan penuh syukur dan tidak berlebihan.

Dari pantai Bangkalan hingga ke Kediri, cerita ini terus hidup sebagai pengingat bahwa keajaiban bukanlah sesuatu yang datang dari laut semata, melainkan dari hati yang yakin dan berserah. Seperti laut yang luas dan tak terhingga, demikian pula kasih Tuhan kepada hamba yang ikhlas menuntut ilmu dan menghargai rezeki yang datang dari alam.

Bagikan Cerita Rakyat

Artikel Terbaru

Ingin Berkontribusi?

Mari bersama melestarikan warisan Nusantara melalui cerita, data, dan kolaborasi.