Di tepi Kali Widas, Kabupaten Nganjuk, terdapat sebuah legenda yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Desa Senjayan. Cerita ini bukan sekadar kisah lama, melainkan juga cerminan bagaimana manusia menghormati alam dan sumber kehidupan, terutama air yang menjadi tumpuan pangan dan penghidupan mereka. Dalam legenda ini, sosok utama dikenal dengan nama Bajul Njayan, seekor buaya gaib yang dipercaya menjadi penjaga sungai dan pelindung desa.
Konon, Bajul Njayan bukanlah buaya biasa. Ia dikenal sebagai makhluk gaib yang memiliki sifat dermawan. Dalam berbagai kisah, masyarakat kerap menerima kiriman barang misterius seperti bahan bangunan, hasil panen, makanan, bahkan perabot rumah tangga. Barang-barang itu seolah datang dari seseorang yang beralamat di Desa Senjayan, namun ketika ditelusuri, tidak ada nama pembeli yang tercatat. Lama-kelamaan warga menyadari bahwa semua itu adalah pemberian dari Bajul Njayan, sosok penjaga sungai yang ingin membantu manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Legenda ini memiliki dua versi. Versi pertama menceritakan tentang Lurah Desa Senjayan yang menuduh Mbah Sulaiman, seorang pemilik pondok pesantren, telah mencuri barang miliknya. Mbah Sulaiman merasa tidak bersalah dan menolak tuduhan tersebut. Perselisihan itu berujung pada adu kesaktian di pinggir Kali Widas. Dalam pertarungan yang dahsyat itu, Mbah Sulaiman akhirnya kalah dan terjatuh ke dalam sungai. Tubuhnya perlahan berubah menjadi seekor buaya besar yang kemudian dikenal sebagai Bajul Njayan. Sejak saat itu, ia tidak lagi hidup sebagai manusia, melainkan sebagai penjaga air yang sakti dan dihormati.
Lurah Senjayan yang memenangkan pertarungan kemudian membuat perjanjian dengan Bajul Njayan. Ia mengizinkan buaya itu beserta keturunannya untuk tetap tinggal di Kali Widas, namun dengan satu syarat: mereka tidak boleh mengganggu manusia dan harus menjaga keselamatan warga Desa Senjayan. Perjanjian itu dipercaya masih berlaku hingga kini. Banyak warga yang masih beraktivitas di bantaran sungai, mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan memanfaatkan sumber air itu sebagai bagian dari ketahanan pangan desa tanpa rasa takut, sebab mereka yakin Bajul Njayan melindungi mereka.
Kehadiran Bajul Njayan bukan hanya simbol perlindungan, tetapi juga pengingat bahwa air adalah sumber kehidupan yang mesti dijaga. Sungai Widas telah menjadi nadi bagi masyarakat Senjayan, memberikan mereka air untuk minum, bertani, dan memelihara ternak. Kepercayaan terhadap Bajul Njayan menumbuhkan rasa hormat terhadap alam dan menanamkan nilai bahwa manusia tidak boleh serakah terhadap sumber daya yang dimiliki.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat masih sering menyebut sosok gaib ini dengan berbagai nama seperti Mbah Bajul, Mbah Hendro, Mbah Joko Slamet, atau Mbah Sulaiman. Ada yang menggambarkan wujudnya sebagai laki-laki setengah baya, ada pula yang meyakini bahwa keturunannya kini berwujud perempuan yang menjaga tepian Kali Widas. Terlepas dari versi mana yang diyakini, semua sepakat bahwa Bajul Njayan adalah penjaga setia yang memastikan air tetap mengalir bersih dan memberi kehidupan bagi Desa Senjayan.
Kini, legenda Bajul Desa Senjayan menjadi bagian penting dari warisan budaya lokal Nganjuk. Cerita ini mengajarkan bahwa pangan dan sumber air tidak hanya milik manusia, melainkan juga bagian dari harmoni dengan alam yang harus dijaga. Di setiap gemericik air Kali Widas, masyarakat percaya bahwa semangat Bajul Njayan masih hidup, menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan kehidupan yang terus mengalir.